“Damaikan dunia dengan tersenyum sebagai budaya mempererat persaudaraan. Warnai hidup dengan senyuman di Hari Senyum Nasional” -Senyumanmu Warna Kehidupan-
Itulah yang sedang diperjuangkan oleh mahasiswa UNSRI Sumatera Selatan. Dia mengirim surat untuk Ibu Negara, Ibu Ani Yudhoyono.
Entahlah, masih ada kesimpangsiuran soal “Hari Tersenyum Nasional” Ini. Terlalu sedikit jika hanya meng-googling saja.
Saya mengangkat tema ini karena seorang sahabat saya berkunjung dan meminta saya untuk mengangkat tulisan tentang ini di “Hari Buruh”.
Sahabat saya bernama Kim, seorang Tionghoa sekaligus aktivis muda. Mengajak saya bertukar pikiran tentang hari ini. Ya, hari yang diperuntukan bagi para buruh. Ini membuat saya bertekuk muka, saya benar-benar prihatin. Apa yang salah dengan sebuah sistem?!
Sistemnya sih tidak salah tapi orang yang menjalannya tak mau mengakui kesalahan menjalankan sebuah sistem itu sendiri. Sistem atau sebuah kebijakan merupakan bentuk aturan baku yang bertujuan untuk membuat segalanya normal dan memberi keteraturan. Itu sederhananya sistem dibuat.
Pada dewasa ini, sistem perekonomian kita sangat buruk. UMR atau disebut upah minimum regional, itu sangat memprihatinkan jika ditolak-ukur dengan kenaikan kebutuhan hidup. Ini sama halnya seperti peribahasa: “Besar pasak daripada tiang,”
Ya, “it’s mayday” kata buruh berunjuk rasa. Seperti yang dilakukan ribuan para buruh yang memadati bundaran HI (1/5/2011) hari ini. Hmm, saya tergelitik. Untuk mengatakan: “Not. It’s not mayday. But it’s smileday..”
Lalu, bagaimana membuat buruh tersenyum?! Mudah jawabannya. Temukanlah solusi untuk para buruh ini. Hanya itu. Itulah jawabannya.
Seperti yang diperjuangkan oleh mahasiswa UNSRI Sumatera Selatan itu. Yaitu, menetapkan hari tersenyum nasional untuk mendamaikan dunia dengan tersenyum sebagai budaya memperat persaudaraan. Hal ini bisa saja kita asumsikan sebagai bentuk sebuah penerimaan diri untuk membuka tangan lebar-lebar dan duduk bersama menyelesaikan masalah para buruh / pekerja.
Tukar pikiran saya dengan sahabat saya Kim cukup panjang dan banyak. Kami akhirnya menarik kesimpulan bahwa seharusnya hari ini bukanlah hari buruh, di mana para buruh berunjuk rasa dan berpanasan menyuarakan suaranya. Mengungkapkan apa yang menjadi haknya. Bahwa buruh juga sama! Mereka manusia seperti pemimpin kita.
*Wahai para pemimpin, dengarlah para buruh ini. Buatlah hari buruhnya menjadi hari tersenyum nasional.. =) Saya kira, tersenyum adalah obat paling mujarab diantara ketidakadilan sebuah masalah yang berlarut-larut ini. Itulah kesimpulan kami berdua. Ini sebuah kesepakatan tentang saya dan Kim hari ini.
0 komentar:
Posting Komentar