24/03/12

Dari Jualan Kursi Hingga Dua Kali Mendapatkan Kursi


Tahun 2005 silam ada survey di Solo. Hasilnya: Mayoritas warga Solo ingin pedagang kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan. Keinginan warga Solo ini beralasan, sebab tiga walikota sebelumnya angkat tangan dengan masalah ini.

Boyongan PKL dengan kirab di Solo

Jokowi - saat itu baru dilantik jadi walikota, membuat strategi untuk meluluhkan hati para pedagang kaki lima. Ia tidak mau mengerahkan Satpol PP karena nantinya berbuntut kericuhan.

Koordinator pedagang dari 989 pedagang di Banjarsari diundang makan siang di Loji Gandrung, rumah dinas walikota. Proses lobi ini ternyata tidak cukup sekali, melainkan Jokowi (yang juga pengusaha eksportir mebel selama 18 tahun) harus melakukan hingga 54 kali lobi.

Akhirnya para pedagang mau pindah asal tidak kehilangan pembeli. Jokowi pun membantu mengiklankan lokasi baru selama empat bulan di televisi dan media lokal. Tak cukup itu saja, ia juga memperlebar jalan akses ke sana dan membuat trayek baru angkutan kota.

Hal ini merupakan cerminan keberhasilan Jokowi menjadi Walikota Solo. 

Jokowi menyetir mobil Esemka ke Jakarta
Namun, ada pula kisah "belum berhasil" sang Walikota tersebut. Yakni terjadi saat mobil Kiat Esemka diluncurkan. Banyak tokoh mengkritik dan menyepelekan karya anak-anak SMK Solo tersebut.

Jokowi tetap pada pendiriannya untuk mendukung, yang penting adalah kebanggaan pada hasil karya anak negeri. Maka, ia pun mengendarai sendiri mobil Esemka ke Jakarta untuk uji emisi. Meski dilanda kritik bahwa Jokowi hanya ingin mencari popularitas, ia tak peduli.

Ternyata Esemka tak lolos uji emisi. Jokowi akhirnya membesarkan hati anak-anak SMK Solo untuk tidak putus asa, dan melakukan perbaikan agar kelak mobil ini mendapat pengakuan.

Itulah karakter seorang pemimpin, menjaga semangat rakyatnya agar terus menyala.


Semua kisah di atas adalah nukilan buku "Jokowi Dari Jualan Kursi Hingga Dua Kali Mendapatkan Kursi" karya Zenuddin HM, yang baru rilis bulan Maret 2012 ini.

Bisa jadi, peluncuran buku yang bertepatan dengan gonjang-ganjing Pemilukada DKI Jakarta merupakan langkah menarik simpati masyarakat Jakarta. Entah, kami pun tidak mau ikut terlibat dengan masalah ini.

Yang pasti, buku ini menceritakan seorang tokoh, seorang pemimpin yang benar-benar berusaha menjadi pemimpin yang baik dan dicintai rakyatnya. Tanpa tangan besi, tanpa unjuk kuasa. Hal ini sudah sangat, dan sangat langka di Indonesia, bukan?

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger